Cerpen Nasihat Ayah Tentang Pandemi (PART 2)

 

Sumber: Google

…………

Pagi itu wajah ayah muram dan tidak banyak bicara, tetapi ayah seperti biasa tetap melakukan tugasnya. Ayah pulang mengajar lebih cepat lima belas menit, Ayah langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ibu sudah menyiapkan masakan di meja, kami pun makan bersama dengan lahapnya. Momen makan bersama adalah momen yang sangat indah bagiku. Ayah menanyai sekolah kami, menertawakan Ara yang makan blepotan dan ibu yang sangat memanjakanku. Aku bersyukur dengan keluargaku.


Tanpa aku sadari, aku melihat abangku berdiri di sudut pintu. Tatapannya begitu sedih, lantas begitu saja ia menghampiri ayah dan memeluknya. Ayah sangat kaget, Abang menangis tersedu-sedu di pundak ayahnya.


“Ayah, maafkan Abang. Abang tidak mendengarkan”

“Iya, ndak apa-apa, ada apa denganmu nak, kenapa jadi menangis begini”

“Kemarin Abang bermain dengan teman-teman, Yah. HP Abang dirampas, Abang tidak mau. Kemudian mereka memukuli Abang seperti ini, sekali lagi maafkan Abang, Yah”

  “Iya, ndak apa-apa, Ibu dan Ayah sudah memafkan, sekarang mandi dulu sana setelah itu ikut makan bersama”

“iya, Yah”


Malam itu sangat membahagiakan sekali, abangku telah berubah, pasalnya dua hari ini ia selalu di rumah. Belajar seperti biasanya melalui daring, dan terkadang ia memainkan gitarnya di kamarnya. 


Menu sarapan kali ini adalah menu favoritku, cumi-cumi bumbu hitam ala ibu tercinta. Aku tidak bisa menahan diri untuk segera memakan hidangan tersebut. Aku menyendok nasi, dan melabuhkan tiga sendok cumi-cumi ke piring, aku menyantap dengan lahapnya hingga mulutku blepotan terkena bumbu masakannya. Ayah dan Ibuku menertawaiku karena tingkahku. 


Pada saat ayah memakan suapan terakhir, tiba-tiba ayah batuk sesekali hingga dua kali, ayah segera mengambil air dan meminumnya. Beberapa saat kemudian ayah batuk kembali dan tidak bisa berhenti. Aku benar-benar kaget, apa yang terjadi pada ayah, dia sudah menginjak usia lansia, tolong sehatkan ayah selalu ya tuhan. Abang langsung mengajak ayah ke kamar dan berbaring. Ibu langsung ke dapur dan memasak air hangat untuk ayah. 


Beberapa saat kemudian, batuk ayah semakin parah dan disertai demam. Kami tetap berpikir positif bahwa ayah hanya terkena demam biasa bukan yang lain, ayah selalu menjaga diri dan tidak pernah keluar rumah jika tidak mengajar. Ibu dan abang langsung membawa ayah ke rumah sakit terdekat, aku di rumah menjaga Ara. Aku sangat khawatir sekali, sampai siang ini belum ada kabar dari ibu dan abang. Aku pun tidak fokus mengikuti pembelajaran sekolah, atau bahkan aku tidak mengikutinya sama sekali.


Sore itu Ibu dan Abang datang tanpa ayah, di belakangnya menyusul beberapa petugas kesehatan dengan APD-nya, Ibu yang menahan tangisnya dan abang yang menangis tersedu-sedu. Aku bingung, ada apa ini, mengapa mereka kesini? Ayah kan hanya sakit demam biasa saja.


“Nak, ayah tadi diperiksa, kata pak dokter diminta untuk menginap untuk beberapa hari ke depan, kamu yang sabar ya”

“Yang benar, Bu? Ayah tidak positif kan bu?” wajahku gelisah.


Ibu terdiam tak mampu menjawab, tiba-tiba pecah tangisnya dan seketika membuatku dan Ara menangis memeluk Ibu. Di sisi lain, ada kesedihan yang lebih mendalam dari kami, abangku. Ia merasa manusia paling bersalah di dunia ini, ia merasa ialah yang membawa virus itu ke tubuh ayah. Dia lah yang membuat ayah terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit. Dia lah yang menyiksa ayah hingga tak mampu untuk berdiri, dialah anak paling kejam yang menyakiti ayahnya sendiri. Abang menangis sendiri di kamar, mengutuk dirinya sebagai anak yang tak berguna.


Sebulan telah berlalu semenjak ayah terpapar Covid-19, Abangku sudah tak mengutuk dirinya lagi, Ibu sudah seperti biasa memasak di dapur menyiapkan menu sarapan pagi ini. Dan ayahku .... Aku yakin ayahku pasti sedang berbahagia saat ini, walaupun kesedihan masih menyelimuti keluarga kami, kami tetap bersemangat dan mencoba bangkit kembali. Ayah, terima kasih untuk semangatmu dan kasih sayangmu kepada kami. Maafkan kami yang tak bisa menemani di detik-detik terakhirmu, semoga ayah mendapatkan tempat terindah di istana langit sana. Aku tak akan pernah lupa nasihat ayah, doakan Aku dan Ara ya, Yah! Sebentar lagi ujian tengah semester, semoga nilaiku bisa lebih baik dari sebelumnya. Doakan ibu juga agar sehat selalu dan semoga pandemi ini segera berlalu.


Posting Komentar

0 Komentar